Kelapa Sawit Kobar Sumbang 3.7 Juta Ton Oksigen Per Tahun
- penulis Dinas Pertanian Kobar
- Senin, 16 Juli 2018
- dibaca 2972 kali
MMC Kobar - Seringkali keberhasilan pembangunan hanya dilihat dari peningkatan indikator-indikator ekonomi saja, misalnya dari sisi produksi barang/jasa yang meningkat tanpa melihat tingkat kemiskinan yang ditandai dengan ketimpangan ekonomi dan banyaknya pengangguran. Seyogianya keberhasilan pembangunan selain ditandai dengan meningkatknya produksi barang/jasa yang dapat meningkatkan pendapatan, juga dapat mengurangi angka pengangguran, menghapus kemiskinan dan menyumbang pada pelestarian lingkungan hidup sehingga dapat dikatakan sebagai pembangunan ekonomi hijau (green economy).
Hal ini dapat dilihat salah satunya pada industri perkebunan kelapa sawit yang dapat menciptakan benefit ekonomi, sosial dan ekologis sekaligus (joint product). Ekspor CPO Nasional tahun 2017 telah menyumbang devisa sebesar 239 Triliun (www.pertanian.go.id). Selain itu kebun sawit juga menghasilkan benefit ekonomi yang luas seperti meningkatkan pendapatan pekebun, penghasil bahan pangan, biofuel, biomass dan biomaterial, juga menghasilkan manfaat sosial seperti menyerap tenaga kerja pedesaan, mengurangi kemiskinan, menyeimbangkan perkembangan wilayah sebagai bagian dari sistem ketahanan pangan dan energi.
(Baca Juga : Bupati Kobar Mengharapkan Reaktivasi TNTP Mampu Mendorong Aktifitas Perekonomian Lebih Baik Lagi)
Data dari Badan Pusat Statistik Kotawaringin Barat (BPS Kobar) pertumbuhan sektor pertanian di Kotawaringin Barat tahun 2016 5,73% dimana peranan sektor pertanian kobar terhadap PDRB 2016 26,06%. Perkebunan, khususnya produk kelapa sawit memiliki kontribusi sebesar 6,30%. Produksi Perkebunan Rakyat Kobar tahun 2017 sebesar 73.776,38 Ton TBS/Ha/Th dengan luas lahan 45.236,10 Ha. Sedangkan Produksi Perkebunan Besar Swasta 93.190.945,92 Ton TBS/Ha/Th dengan luas lahan mencapai 155.620,25 Ha. Jumlah tenaga kerja yang terserap sebagai petani kelapa sawit berdasarkan data BPS Kobar tahun 2014 sebanyak 13.032 jiwa.
Selain manfaat ekonomi dan sosial tersebut, kebun sawit juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan seperti menyerap karbondioksida, melalui fotosintesis yang dilakukan kelapa sawit. Karbondioksida yang ada di atmosfir bumi diserap tanaman kelapa sawit lewat metabolisme tanaman tersebut, karbondioksida dipecah menjadi karbon dan oksigen. Karbon kemudian diproses dan dirubah menjadi tubuh tanaman kelapa sawit (akar, batang, daun) dan minyak sawit untuk kebutuhan manusia, sedangkan oksigen akan dihirup untuk kehidupan manusia.
Setiap hektar kebun sawit menyerap sekitar 161 ton karbondioksida setiap tahun dan menghasilkan oksigen sekitar 18,7 ton. Artinya dengan total luas lahan sawit Kobar 199.856,35 Ha maka tiap tahun sawit di Kobar menyerap 32,2 Juta ton karbondioksida dan menghasilkan oksigen 3,7 Juta ton per tahun. Semakin besar produksi kebun sawit semakin banyak karbondioksida yang diserap kelapa sawit dari udara bumi dan semakin banyak pula oksigen yang dihasilkan ke udara bumi untuk manusia. Selain itu minyak sawit dari kelapa sawit juga sudah digunakan untuk bahan bakar (biodiesel) agar dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak bumi yang mengotori udara bumi. Dengan mengganti solar dengan biodiesel, telah terbukti mengurangi 62 persen karbondioksida yang dibuang ke udara bumi (European Commission, 2012).
Dengan kata lain, kebun sawit menghasilkan tiga manfaat sekaligus baik manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis. Kebun sawit berkembang, manfaat ekonomi, sosial dan ekologis meningkat. Ketiga manfaat tersebut juga bersifat inklusif. Manfaat berkembangnya kebun sawit bukan hanya dinikmati oleh mereka yang terlibat langsung pada kebun sawit. Dampak multiplier industri sawit baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan juga dinikmati masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam perkebunan sawit di Kotawaringin Barat. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pembangunan pedesaan di sekitar perkebunan besar di Kobar seperti Desa Pandu Senjaya, Pangkalan Tiga, Amin Jaya, Riam Durian dan desa-desa lainnya. Desa yang dulunya sepi menjadi ramai, warung berkembang menjadi toko-toko skala besar, pedagang di pasar-pasar tradisional semakin banyak terutama pada saat tanggal-tanggal penggajian karyawan perkebunan. (Syarif HD/DTPHP)