Menkeu Sri Mulyani : UU HPP Akan Diimplementasikan Secara Hati-Hati

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar Fitch on Indonesia 2022: Exit Strategy after the Pandemic, Rabu (16/3/2022).

MMC Kobar – Jakarta - Rabu (16/3), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah akan mengimplementasikan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) secara hati-hati dalam webinar Fitch on Indonesia 2022 : Exit Strategy after the Pandemic.

Sri Mulyani mengatakan UU HPP bertujuan mengoptimalkan penerimaan perpajakan jangka menengah dan panjang. Walaupun begitu, pemerintah menginginkan hal ini dapat berjalan selaras dan tidak mengganggu pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

(Baca Juga : Cegah PHM, Dinas PKH Gelar Rapat Koordinasi)

"UU HPP akan meningkatkan sisi penerimaan negara, tetapi kami akan mengimpementasikannya secara hati-hati," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan bahwa UU HPP merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang sudah lama berjalan. Ruang lingkup UU HPP mengubah beberapa Undang-Undang (UU) sekaligus, yaitu  UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, UU PPN dan/atau PPnBM, dan UU Cukai. Selain itu juga menambah UU baru terkait UU Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan UU Pajak Karbon.

Menurut Menteri Keuangan, reformasi pajak dapat meningkatkan penerimaan perpajakan secara berkelanjutan. Hal itu sangat penting karena semua negara saat ini perlu waspada terjadinya krisis di masa depan.

UU HPP, lanjutnya, juga memiliki peran penting bagi pemerintah dalam menjalankan konsolidasi fiskal. Seperti diatur dalam UU Nomor 2/2020, pemerintah harus mengembalikan defisit APBN ke level 3% dari PDB pada 2023.

"Proses konsolidasi fiskal sejauh ini telah berjalan dengan baik. Hal itu didasarkan pada realisasi kinerja defisit anggaran pada 2020 dan 2021 yang berada di bawah prediksi pemerintah," tutur Sri Mulyani.

Menteri Keuangan terbaik di dunia mengungkapkan walaupun masih dalam situasi ketidakpastian, konsolidasi fiskal tetap berjalan secara konsisten.

Defisit APBN sempat melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 dan berangsur turun menjadi 4,65% PDB pada 2021. Memasuki 2022, pemerintah merencanakan defisit APBN senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB. (wid/kpp pratama pbun)