Kolaborasi Pemerintah, KPK dan 20 LSM Cegah Korupsi

Jakarta, Kominfo - Pemerintah bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah menyusun Rencana Aksi Pencegahan Korupsi sebagai tindak lanjut ditekennya Perpres 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. 

Demikian disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Kolaborasi Cegah Korupsi” di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

(Baca Juga : Fokus Pembangunan SDM, Pemerintah Tingkatkan Daya Saing Ekonomi)

"Sampai hari ini teman-teman dari Pemerintah dan KPK sedang menyusun Rencana Aksi. Kemungkinan 2-3 hari selesai, akhir pekan inilah. Saya titip pesan ke teman-teman, harapan saya Rencana Aksi ini jangan ecek-ecek," ujarnya. 

Lebih lanjut Agus menjelaskan alasan aksi nasional pencegahan korupsi perlu melibatkan banyak pihak adalah karena indikator yang dinilai oleh lembaga-lembaga survei terkait indeks persepsi korupsi sangat luas. 

"Sampai rekrutmen CPNS juga dinilai, independensi badan audit, badan peradilan juga dilihat. Jadi pasti ngga mungkin KPK sendirian, harus kerja sama untuk memperbaiki sistem," jelasnya. 

Menurut Agus, korupsi di Indonesia sendiri kerap terjadi di dua wilayah, yakni penyuapan dan pengadaan barang dan jasa. Maka itu, Ia berharap Rencana Aksi ini dapat mendorong terjadinya perubahan yang mendasar dan signifikan untuk ke depannya. 

"Mudah-mudahan dengan adanya Perpres yang difokuskan pada pencegahan ini dapat memperbaiki sistem, mari bersama-sama kita terus mendorong Perpres ini dapat kita wujudkan segera dengan agenda yang mendasar," tandasnya. 

Apresiasi Presiden

Presiden Joko Widodo mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua tim sehingga lahir Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2018 terkait Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

“Perpres ini adalah revisi dari Perpres No 25/2012. Ini sebuah upaya dari penjabaran komitmen dan arah kebijakan yang dijalankan oleh Presiden Jokowi terkait pencegahan korupsi. Perpres ini sudah dirintis dari tahun 2016 dan rampung pada Juli tahun ini,” jelas  Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam forum yang sama.

Kepala Staf Kepresidenan menekankan, Pemerintah bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 20 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berjuang bersama untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi. 

“Mungkin ada pertanyaan, kenapa diubah Perpresnya? Sesungguhnya, Ada 4 pokok perubahan. Selama ini terlihat di publik, fokus hanya penindakan di KPK. Sementara, pencegahan jauh lebih baik. Kalau penindakan pasti uangnya sudah hilang. Tapi kalau pencegahan uangnya masih bisa diambil,” ulas Moeldoko.

Menurut Kepala Staf Kepresidenan, ini sebuah terobosan baru, dengan menempatkan KPK tetap sebagai koordinator. Di mana KPK memiliki tugas dan kewenangan koordinasi dan supervisi. Dan KPK berkoordinasi dengan Bappenas, Kemendagri, PAN RB dan Kemendagri.

“Kita fokus pada tiga hal, tataniaga dan perizinan, keuangan negara, reformasi dan birokrasi, serta penegakan hukum. Dukungan ini untuk kepastian berusaha. Jangan sampai ada upaya-upaya yang melemahkan kepastian berusaha. Karena, kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit,” tegas Moeldoko.

Berikutnya, lanjut Kepala Staf Kepresidenan, adalah debirokratisasi. Yakni, bagaimana mengatur manajemen birokrasi yang jauh dari tindakan koruptif. “Inti dari semuanya dipastikan kita bersama-sama fokus pada outcome, tidak hanya berhenti pada output,” pungkas Moeldoko. 

Turut hadir dalam FMB 9 kali ini antara lain Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.