Tambahan ‘Tax Holiday’ untuk Sektor Industri Pengolahan dan Ekonomi Digital
- penulis Muhammad Agusta Wijaya
- Sabtu, 17 November 2018
- dibaca 427 kali
Jakarta, Kominfo - Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Tax Holiday itu ada penambahan 2 sektor, yaitu sektor berbasis industri pengolahan terkait dengan hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan serta kedua, yakni ekonomi digital.
“Kemudian ada yang digabungkan yang sudah masuk dalam PMK Ibu Menteri Keuangan Nomor 35 yang lalu yaitu sektor utama komputer dan sektor utama smartphone menjadi komponen utama elektronika atau telematika. Sehingga jumlah sektor usaha yang diberikan tax holiday berubah dari 17 sektor menjadi 18 sektor,” tambah Airlangga saat memberikan pernyataan pada pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke-16 di Kantor Presiden, Jakarta. Jumat (16/11/2018).
(Baca Juga : Lokakarya Ekspose RAD-AMPL Kabupaten Kobar Tahun 2022-2026 Digelar)
Perluasan tax holiday ini, lanjut Menperin, juga menambah jumlah Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan penyempurnaan beberapa KBLI pada industri pionir. KBLI yang ditambahkan, menurut Menperin, sebanyak 70 KLBI, sehingga KLBI yang mendapatkan tax holiday sebanyak 169 KBLI.
“Kemudian yang dilakukan penyederhanaan sebanyak 99 KBLI yang juga merupakan penggabungan dari beberapa KBLI yang lain. Nah tentu sistem ini tadi disampaikan oleh Pak Menko dapat diperoleh melalui sistem Online Single Submission atau OSS,” ujar Menperin.
Kedua yang terkait dengan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI), menurut Airlangga, di sektor industri dari evaluasi yang dilakukan yakni banyak sektor yang dicadangkan, kemitraan dan investasinya tidak seperti yang diharapkan sehingga kemudian dibuka agar investor bisa masuk.
“Nah beberapa sektor yang dibuka yaitu antara lain industri printing atau pencetakan kain dan juga woven atau rajut. Kemudian bidang usaha yang terkait dengan kemitraan kemarin kami keluarkan yaitu seperti industri kopra, kecap, pengolahan susu, susu kental, barang industri kayu, minyak atsiri, paku, mur dan baut yang sebelumnya dialokasikan untuk kemitraan ini kami buka saja karena tidak yang kemitraan melaksanakan ini dalam sesudah PP yang lalu diterbitkan,” ujar Menperin.
Sebelumnya, lanjut Menperin, investasi terbuka dengan persyaratan tertentu seperti crane rubber ini dibuka dengan persyaratan tertentu wajib punya kebun, kalau sekarang dengan kerja sama saja bisa ada jaminan suplai, maka industri ini bisa dibangun.
“Nah kemudian juga industri yang terkait dengan UMK ini contohnya saja kemarin kan banyak yang kemitraan, nah sekarang kita definisikan langsung kepada UMK. Jadi kalau industri batik, industri pengolahan buah-buahan small skillatau sayur-sayuran itu kita berikan hanya untuk UMKM. Dan kemudian juga persyaratan tertentu yang dulunya dikaitkan antara industri yang baru dengan existing industry terutama di industri rokok kretek, rokok putih dan lainnya ini kami lepaskan,” jelas Airlangga.
Jadi, menurut Menperin, tidak ada kewajiban membangun industri harus bekerja sama dengan perusahaan lainnya di bidang yang sama. “Jadi ini kami lepaskan. Kemudian beberapa yang baru kami berikan untuk UKM juga di industri rumput laut, yaitu alkali treated, sering kita sebut ATCC, dan juga ATCG, dan juga semi refine carrageenan itu murni untuk UMKM. Sedangkan proses hilirnya silakan investor masuk,” ujarnya.
Tentu, lanjut Airlangga, skema dari UMKM dan kemitraan juga bisa dalam bentuk kontrak, suplai bahan baku atau bisa kegiatan inti plasma, atau pola kemitraan lainnya. “Tetapi tidak mengikat bahwa kemitraan ini bentukny ada kalau untuk di pertanian misalnya kepemilikan jumlah tertentu,” pungkas Airlangga.
Pengawasan Tax Holiday oleh Kemenkeu
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan bahwa instrumen fiskal yang sekarang ini digunakan untuk mendorong industrialisasi adalah di dalam rangka membangun sektor industri di Indonesia yang lebih komplet dari hulu hingga hilir.
“Dan oleh karena itu, instrumen fiskal dalam bentuk tax holiday yang sudah diperluas kita akan segera melaksanakan dalam bentuk yang tadi sudah disampaikan jumlah KBLI nya maupun jumlah sektornya yang meningkat dan perubahannya. Ini akan bisa segera kita keluarkan untuk Peraturan Menteri Keuangannya revisi,” ujar Menkeu.
Mengenai devisa hasil ekspor untuk tax holiday, sambung Menkeu, karena dalam bentuk OSS dilihat dengan adanya penyederhanaan proses tax holiday, hanya dalam waktu 6 bulan kemarin sudah ada new investment sebesar lebih dari 100 triliun masuk dalam skema tax holiday.
“Dengan adanya perluasan dari sektor maupun KBLI kita harapkan kenaikannya akan lebih meningkat lagi dari sisi jumlah investasi yang ada di Indonesia. Ini kita akan pantau terus perbedaannya dengan tax holiday yang dulu dan sekarang adalah mereka apabila sudah masuk di OSS sesuai dengan kriteria langsung diberikan tax holiday. Nanti dari sisi pemeriksaan akan terjadi sesudah investasi benar-benar terjadi. Sehingga akan ada lebih banyak mendukung atau memberikan pressure kepada dunia usaha untuk segera merealisasi investasinya,” ujar Menkeu.
Untuk devisa hasil ekspor, lanjut Menkeu, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia terutama dari sisi bahwa devisa hasil ekspor untuk sektor-sektor yang disebutkan adalah akan dalam SKI (Sistem Keuangan Indonesia) dan juga dari sisi enforcement-nya kerja sama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bank indonesia, dan Direktorat Jenderal Pajak.
“Karena bagaimana mereka akan mendapat insentif dalam bentuk pajak final untuk bunga depositonya yang tinggal di Indonesia baik itu dalam bentuk rupiah maupun valas, dan mereka akan mendapatkan PPh final yang lebih rendah. Dan oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak akan bekerja bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di dalam rangka untuk enforcement,” jelas Menkeu seraya menyampaikan di dalam DHE ini akan ada sanksi administratif salah satu bentuknya adalah tentu saja tidak dapat melakukan ekspor.
Sehubungan dengan hal tersebut, lanjut Menkeu, selama ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama-sama dengan Bank Indonesia untuk melakukan pelaksanaan policy devisa hail ekspor yang harus direpatriasi di Indonesia.
“Kami siap untuk segera melakukan keseluruhan Peraturan Perundang-undangan untuk bisa menjalankan policy ini termsuk juga beberapa policy yang nanti kami akan bicara juga dengan menteri perindustrian seperti deduction, tax deduction untuk vokasi maupun untuk research dan juga hal lain yang sedang kita godok bersama Menteri Perindustrian adalah mengenai kendaraan listrik,” pungkas Menkeu.