Presiden: Atasi Ketimpangan dengan Optimasi UMKM dan Ekonomi Digital

Jakarta, Kominfo - Persoalan ketimpangan menjadi perhatian penting di era globalisasi.  Jika tidak diatasi dengan baik, dikhawatirkan ketimpangan dapat memicu reaksi negatif terhadap globalisasi.

Hal tersebut menjadi salah satu poin utama yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat menghadiri Working Lunch: Promoting Inclusive Growth in The Digital Age dalam rangkaian KTT APEC 2018 Papua Nugini.

(Baca Juga : Pemkab Kobar Gelar Rakor Persiapan Penyusunan LKPD TA 2021)

“Kalau kita mau bicara pembangunan yang inklusif jelas kita harus bicara mengenai Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM). UMKM merupakan tulang punggung perekonomian,” kata Presiden di APEC Haus, Minggu (18/11/2018).

Di Indonesia, menurut Presiden, jumlah UMKM saat ini tercatat sebanyak 62,9 juta unit usaha (berdasarkan data 2017). Sebanyak 6 juta UMKM sudah melakukan kegiatannya secara online.

Presiden menuturkan, saat ini dunia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Siklus baru ini, menurut Presiden membuka peluang untuk menyesuaikan orientasi pembangunan. “Dalam 30 tahun mendatang, dalam visi APEC Post Bogor, pengurangan ketimpangan harus mendapat prioritas,” tuturnya.

Berkaitan dengan pembangunan manusia, Kepala Negara memandang, setiap manusia harus diberdayakan, sehingga dapat ikut berkontribusi dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Untuk itu, Indonesia telah menyusun peta jalan Kebijakan Ekonomi dan Pelatihan Vokasi di Indonesia tahun 2017-2025.

“Untuk memaksimalkan manfaat ekonomi digital, reformasi struktural harus dilakukan. Reformasi ini diperlukan untuk meningkatkan investasi di bidang ekonomi digital, pemberdayaan UMKM, dan mempersiapkan sumber daya manusia yang digital ready,” kata Presiden Jokowi.

Di penghujung pernyataannya, Presiden menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan melanjutkan investasi untuk sumber daya manusia.

Pandangan dalam Leaders Retreat dan Working Lunch

Dalam hari terakhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2018, Presiden menghadiri Leaders Retreat dan Working Lunch dalam rangkaian KTT APEC 2018 di Papua Nugini. 

Pada saat retreat, Presiden menyampaikan beberapa isu, antara lain mengenai infrastruktur di kawasan. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang turut menyaksikan pertemuan mengatakan, Presiden menyampaikan bahwa ketika  berbicara  masalah pembangunan, maka infrastruktur menjadi salah satu kunci utama.

“Kita tahu, pada saat kita bicara mengenai infrastruktur, maka tidak mungkin kita menutupnya dari anggaran pemerintah saja. Oleh karena itu perlu inovasi,” ujar Retno.

Hal tersebut juga disampaikan Presiden dan mulai dibahas pada saat Pertemuan Tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank di Bali, 5 minggu lalu. Blended finance merupakan salah satu Inovasi yang perlu mendapat dukungan.

Dalam forum tersebut, Presiden menuturkan bahwa saat ini dunia sudah masuk pada era digital di mana e-commerce dan sosial media itu sudah ada di mana-mana.

“Oleh karena itu, Presiden mengatakan terjadi pergeseran besar dari konsumsi barang menjadi konsumsi pengalaman. Konsumen di seluruh dunia jadi mengincar pengalaman petualangan dan hiburan” tutur Retno.

Saat ini, pertumbuhan parawisata dunia, sekitar 7 persen atau dua kali lipat dari laju ekonomi dunia yang hanya sekitar 3,5 persen. Bloomberg menghitung bahwa dalam 15 sampai 25 tahun ke depan, 1 dari 4 lapangan kerja baru datangnya dari sektor pariwisata.

“Dengan data-data tersebut menunjukkan pentingnya pariwisata dikedepankan,” sambungnya.

Selain ekonomi digital dan ekonomi maritim,  Presiden mengusulkan isu pariwisata dan _lifestyle  dapat masuk agenda APEC pasca-Bogor,” ungkap Menlu.

Selanjutnya, Presiden juga menyampaikan dukungan Indonesia terhadap integrasi ekonomi regional melalui fokus pada perdagangan multilateral dan proses menuju Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP) yang inklusif dan berkeadilan.

APEC memainkan peran penting sebagai inkubator gagasan baru dan sebagai pemandu jalan.

“Oleh karena itu, Presiden mengatakan Indonesia berkomitmen untuk mencapai Bogor Goals 2020 dan mendukung penyusunan visi APEC pasca-2020,” imbuhnya.

Terakhir, Retno menuturkan perbedaan posisi antara AS dan Tiongkok mengenai multilateral trading system (MTS) sangatlah besar. Beberapa negara, termasuk Indonesia, mencoba untuk menjembatani perbedaan tersebut. Namun sayang sekali, perbedaan posisi  kedua negara terlalu besar dan sulit untuk dijembatani sampai akhir pertemuan.

“Jadi dari tadi pagi kita berusaha untuk menjembatani berbagai macam pembicaraan, tetapi tampaknya perbedaan itu belum dapat dijembatani sampai saat menjelang penutupan Pertemuan. Oleh karena itu,  Ketua APEC (PNG) yang akan merefleksikan situasi pertemuan tersebut,” tandasnya.