Hafiza, Nikmati Manisnya Semangka Tumpangsari di Kobar
- penulis Dinas Pertanian Kobar
- Kamis, 20 September 2018
- dibaca 1941 kali
MMC KOBAR - Semangka atau tembikai (Citrullus lanatus, suku ketimun-ketimunan atau Cucurbitaceae) adalah tanaman merambat yang berasal dari daerah setengah gurun di Afrika bagian selatan. Tanaman ini masih sekerabat dengan labu-labuan (Cucurbitaceae), melon (Cucumis melo) dan ketimun (Cucumis sativus). Tanaman ini termasuk kedalam tanaman merambat yang satu keluarga dengan labu-labuan dan termasuk pada suku ketimun. Uniknya, meskipun rambatan semangka ini bisa sampai belasan meter, dia tidak akan membentuk akar yang adventif, dan tidak akan merambat memanjat ke atas.
Karena keunikannya itu, semangka selain dibudidayakan secara monokultur, juga dapat dibudidayakan secara polyculture sebagai tanaman sela pada tanaman tahunan seperti karet. Salah satu daerah yang sedang mengembangkan tumpangsari karet semangka di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) ada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pangkalan Banteng.
(Baca Juga : HUT ke-23, Pj Bupati Kobar Berpesan Agar DWP Tingkatkan Peran Dalam Pembangunan)
Tertarik dengan tumpangsari karet semangka yang ada di Kobar, Hafiza Kasubdit Tanaman Karet dan Tanaman Tahunan Lainnya, Elis Yuningsih Kasi Pengembangan Tanaman Karet dan Tanaman Tahunan Lainnya, serta Irfan Maulana selaku Pengawas Benih Tanaman Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia melakukan kunjungan ke petani di Desa Sidomulyo pada Selasa (18/9).
Beliau mengapresiasi Dinas TPHP Kobar yang telah berhasil mendorong petani untuk mengembangkan tanaman tumpangsari karet semangka. “Ini bagus banget, patut diapresiasi dan harus terus dikembangkan”, katanya.
Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa dengan modal awal 10-15 juta untuk membuka lahan, 30 juta untuk pengolahan lahan, pemupukan, tenaga kerja dan benih, dalam sekali musim tanam, petani dapat memanen rata-rata mencapai 30 ton semangka per hektar. Dengan harga rata-rata Rp 3 ribu/kg, maka diperoleh pendapatan kotor Rp 90 juta/ha sekali musim tanam atau Rp 45-50 juta/ha. Sementara lahan bisa ditanami 2 kali dalam setahun. “Kalkulasinya masuk dan potensial untuk pengembangan ke daerah lain”.
Berkesempatan mencicipi semangka yang baru dipanen anggota kelompok tani Sumber Makmur, beliau mengatakan bahwa rasanya sangat manis. “Pantas saja kalau penjualannya sampai ke Kalimantan Barat, ini manis sekali,” katanya sambil tersenyum puas.
Beliau memberi saran agar petani bisa lebih intensif dalam membudidayakan tumpangsari karet semangka, mengingat ketersediaan lahan yang semakin sempit. Setelah melihat kelompok Tani Sumber Makmur di Desa Sidomulyo, beliau melihat ada peluang untuk dapat ditingkatkan lagi hasilnya dengan melakukan pola tanam semangka yang lebih baik. Selain itu jarak tanam karet perlu dirubah, mengikuti saran dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Sahuri Balit Sembawa, Palembang. Jarak tanam karet yang tepat tentu akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh.
“Memang sulit untuk merubah mindset”, tambahnya, karena selama ini petani karet sudah terbiasa dengan jarak tanam yang biasa. Mungkin akan ada kesulitan untuk meyakinkan petani agar mau merubah jarak tanam karet sesuai hasil penelitian Sahuri. Tetapi dengan adanya peluang replanting karet yang sedang berjalan, akan lebih mudah untuk melakukannya. Karena meskipun jarak tanam karet diperlebar, akan tetapi jumlah batang yang tertanam tidak berkurang dan potensi mendapatkan hasil panen tanaman tumpangsari dapat terus berlanjut tidak hanya pada masa TBM akan tetapi sampai TM dan sampai tanaman karet diremajakan lagi.
Diakhir kunjungannya di Desa Sidomulyo, beliau menyampaikan komitmen pemerintah yang akan terus mendukung, mendampingi dan memberikan perhatian kepada petani, sepanjang persyaratannya terpenuhi seperti masuk kelompok tani, lahan tidak masuk kawasan dan sebagainya. Bahkan jika ada usulan petani melalui e-proposal untuk merubah pola tanam karet, beliau berjanji akan memberikan prioritas, meskipun prioritas pemerintah sekarang ini lebih ke tanaman pangan. Hal ini mengingat karet juga merupakan penyumbang devisa terbesar setelah sawit. (Syarif HD/DTPHP)