Ekspor Kobar Tergerus Impor, Bappeda Siapkan Kebijakan Perkuat Komoditi Ekspor

MMC Kobar - Kinerja sektor perdagangan, sebagai salah satu penopang perekonomian Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), dapat diukur melalui beberapa indikator, salah satunya aktivitas ekspor dan impor dengan beberapa negara mitra dagang. Berdasarkan data PDRB Pengeluaran 2016 yang dirilis oleh BPS Kobar, nilai ekspor Kobar secara keseluruhan mencapai 77% dari PDRB Pengeluaran 2016, yang artinya sebagian besar komoditi yang diproduksi oleh Kobar dijual ke luar daerah, baik ke luar negeri maupun ke daerah lain di dalam negeri. Namun kondisi ini bukan berarti bahwa PDRB dibentuk secara dominan oleh aktivitas ekspor, sebab kontribusi terhadap PDRB merupakan selisih antara nilai ekspor dan impor. “Dalam PDRB, impor itu mengurangi nilai PDRB,” kata staf BPS Sub Bagian Neraca Wilayah Novan, saat dihubungi melalui pesan singkat. Diketahui bahwa nilai belanja impornya Kobar pada 2016 mencapai 74%, yang menandakan bahwa hampir semua kebutuhan Kobar disuplai dari luar daerah. Meskipun neraca ekspor dan impor masih surplus, namun kondisi ini menunjukkan bahwa sumbangan eskpor Kobar tergerus oleh belanja impornya, yang akhirnya hanya memberikan kontribusi sebesar 3,16% terhadap PDRB Pengeluaran di tahun 2016.

Menanggapi tingginya nilai ekspor dan impor Kobar, Novan menjelaskan bahwa hal itu dipengaruhi oleh kebutuhan daerah. “Jadi Kobar itu adalah tipikal daerah yang tinggi ekspor dan juga tinggi impor. Sebagian besar produk ekonomi Kobar, merupakan komoditas ekspor, baik itu ekspor ke luar daerah maupun ekspor ke luar negeri. Seperti kelapa sawit dan hasil industrinya, hasil kayu dan industrinya, yang sebagian besar produknya dijual keluar Kobar. Produk ekonomi lainnya juga sebagian dijual keluar Kobar. Namun disisi lain, kebutuhan penduduk di Kobar, sebagian besar juga masih disuplai dari luar Kobar. Bahan makanan, pakaian, kebutuhan sehari-hari juga masih merupakan produk diluar wilayah Kobar. Hal itu membuat Kobar memiliki persentase ekspor yang tinggi, namun juga persentase impor yang tinggi pula.”

(Baca Juga : Bekerja Sama dengan Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Pemkab Kobar Selenggarakan FGD Master Plan IAD)

Novan melanjutkan, bahwa ekonomi Kobar memang cukup bergantung ke sektor yang merupakan komoditi ekspor. “Kalau apakah rentan atau rapuh, bisa jadi iya. Karena memang cukup tergantung dengan permintaan pasar, karena sebagian besar produk Kobar dijual ke luar daerah, maka memang akan tergantung dengan permintaan pasar. Begitu juga di sisi impor, akan tergantung dengan suplai dari luar daerah, khususnya dari Jawa. Apabila suplai lancar, makan kondisi ekonomi akan relatif stabil. Namun apabila suplai bermasalah, biasanya akan ada goncangan, misalnya harga meningkat, terjadi kelangkaan dan sebagainya,” lanjutnya.

Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS Kobar, transaksi ekspor Kobar pada periode 2012-2017 dan impor Kobar pada periode 2012-2016 cukup fluktuatif, dengan komoditi ekspor utama berupa produk minyak nabati, kayu dan produk olahan dari kayu, serta mineral. Pada 2016, neraca perdagangan Kobar surplus sebesar US$ 93.291.679, setara Rp.1.247.216.456.000. Dibandingkan tahun 2015, angka ekspor Koba pada 2016 mengalami penurunan, yakni   dari $186.428.669,99 menjadi $120.298.710. Sementara pada 2017, angka ekspor Kobar naik signifikan, menjadi US$ 269.470.000,00. Volume ekspor Kobar ini banyak dipengaruhi oleh kondisi perdagangan global yang kurang stabil, sehingga mempengaruhi permintaan dari negara mitra.

Berdasarkan negara tujuan, pada 2017, tujuan ekspor terbesar Kobar adalah negara India dengan komoditi lemak dan minyak nabati sebesar US$ 123.420.599,61, sedangkan tujuan ekspor terkecil adalah negara Inggris dengan komoditi kayu dan barang dari kayu sebesar US$ 42.422,1. Sementara impor ke Kabupaten Kobar pada 2016 terbesar berasal dari negara Malaysia US$ 16.745.825 dan yang terkecil berasal dari negara Korea Selatan dengan nilai US$ 900.

Pada 2018 dan 2019, kinerja perekonomian Kotawaringin Barat, utamanya dari kegiatan ekspor, diperkirakan akan terimbas dampak kebijakan AS melakukan evaluasi Generalized System of Preferences (GSP) atau fasilitas bebas bea masuk, terhadap negara-negara mitra dagang AS yang memiliki neraca perdagangan surplus terhadap AS. Kebijakan tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi permintaan pasar terhadap komoditi ekspor Kobar, khususnya komoditi minyak nabati dan produk olahan kayu. Kebijakan tersebut dikhawatirkan akan mempengaruhi permintaan pasar terhadap komoditi ekspor yang diproduksi Kobar, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja perekonomian daerah secara keseluruhan.

Menyikapi hal ini, Bappeda Kobar berencana menyampaikan nota pertimbangan kepada Bupati Kobar terkait kebijakan percepatan pembangunan hilir sektor pertanian dalam arti luas melalui pengembangan sektor industri pengolahan. Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kusmiyatun, mengatakan bahwa seyogianya Kobar melakukan penguatan komoditi ekspor sebagai langkah antisipasi terhadap dampak kebijakan ekonomi AS, dimana komoditi utama yang diproduksi Kobar merupakan komoditi yang diekspor ke luar negeri. (tra)