Born to Protect, Siapkan Gladiator Dunia Siber Indonesia

Jakarta, Kominfo - Kebutuhan sumberdaya manusia yang mumpuni dalam menangani serangan siber mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika menjaring bakat generasi muda menjadi gladiator, cikal bakal punggawa jaringan siber Indonesia untuk semua sektor. Kini Indonesia memiliki 100 orang gladiator yang lolos dalam Digicamp Born To Protect 2018.

“Dari tahun lalu, Kominfo berpikir siapa yang mau menangani serangan ini? Kami berpikir anak-anak muda yang mau fight, maka namanya gladiator. Kita cari, kita biayai,” kata Menteri Kominfo Rudiantara dalam Penutupan Digicamp Born To Protect 2018 di Auditorium Anantakupa, Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (05/10/2018).

(Baca Juga : Raih Predikat Baik pada Evaluasi KemenPANRB, Dinas PMPTSP Kobar SiapTingkatkan Kualitas Pelayanan Publik)

Program Born to Protect, menurut Rudiantara dilatari pemikiran untuk menyiapkan sumberdaya manusia untuk memproteksi negara Indonesia dari serangan terhadap jaringan siber. Adapun untuk menyeleksi talenta terbaik, Kementerian Kominfo bekerja sama dengan PT Xynexis.

“Dari 1000 yang sudah disertifikasi kemudian yang terpilih 100, mereka yang diharapkan menjadi cikal bakal sumber daya manusia Indonesia yang akan berkembang terus yang akan memproteksi negara kita baik dari sisi pemerintahan, baik dari sisi korporasi, swasta, perguruan tinggi, LSM, CSO, organisasi manapun yang mempunyai potensi diserang atau diattack melalui jaringan sibernya," papar Rudiantara.

Menteri Kominfo mengatakan secara global, terjadi serangan dalam jaringan siber diatas sepuluh juta. "Permasalahannya Indonesia selalu menjadi target besar. Serangan itu bisa hack, bisa DDOS. Bersyukur kita punya institusi BSSN artinya kita bersyukur secara regulasi kita punya organisasi yang membuat hidup kita lebih tenang dalam konteks potential cyber threat,” tuturnya.

Ini Tahapan Seleksi Gladiator Siber

Program Born To Protect tahapan final telah berlangsung di Pusat TIK Nasional, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten pada 25 September sampai dengan 5 Oktober 2018.  Acara itu diiikuti oleh 100 orang yang terpilih dalam beberapa tahapan kegiatan sebelumnya. 

CEO Xynexis Internasional, Eva Noor mengatakan timnya bersama Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo telah dilakukan audisi di 10 kota untuk mencari 100 orang peserta Born to Protect Digicamp terbaik. 

“Audisi langsung di tujuh kota, Jakarta, Bandung, Malang, Yogyakarta, Palembang, Makassar, serta Samarinda. Dan tiga kota dilakukan audisi secara online, Bali, Medan dan Manado,” katanya.

Menurut Eva, dalam sesi audisi terdapat 7.965 orang peserta yang memenuhi persyaratan, dan diseleksi menjadi 1000 orang. Kemudian berlanjut pada tahapan semi final, 1000 orang lolos seleksi itu harus melalui technical drill berupa capture the flag technique.

"1.000 peserta ini mendapatkan sertifikasi international dari EC-Council. Dan di babak final kita menyaring 100 peserta dari 1000 peserta. 100 peserta terbaik ini masuk Digicamp selama dua minggu dan mendapatkan training untuk Network Defender dan Ethical Hacking, serta  mendapatkan sertifikasi International tambahan lagi,” jelasnya.

Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Ditjen Aptika Kementerian Kominfo, Riki Arif Gunawan mengatakan keamanan siber menjadi isu prioritas era digital dan menjadi salah satu agenda utama pemerintah dalam memasuki era industri 4.0 yang berbasis internet of things (IoT).

“Dengan terus bertambahnya kerumitan, frekuensi dan intensitas serangan siber yang menyerang infrastruktur-infrastruktur kritis, maka baik pemerintah maupun industri mau tidak mau harus mulai menerapkan langkah-langkah pengamanan dengan lebih serius, salah satunya dengan melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang keamanan siber,” katanya.

Menurut Riki Gunawan, saat ini secara global maupun di Indonesia, terdapat gap yang cukup besar antara kebutuhan dan kesiapan SDM cybersecurity baik untuk lembaga pemerintahan maupun sektor privat dan industri. 

Sementara dunia pendidikan, kekhususan di bidang IT di Indonesia belum seluruhnya bisa menampung dan mengajarkan cybersecurity yang bisa langsung diterapkan pada Industri.

“Cybersecurity sendiri merupakan keahlian yang memadukan tentang skill, management, technology dan seni. Di era digital saat ini, kebutuhan SDM cybersecurity dengan skill dan kapabilitas yang baik sangat diperlukan sehingga mengarahkan keahlian tersebut akan menjadi nilai tambah yang akan diperoleh dari apa yang telah didapatkan melalui pendidikan formal. Hal ini menjadi perhatian utama Pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan SDM Cybersecurity Nasional,” jelasnya. (PS)