Sistem ‘Ranking’ Penerimaan CPNS Hanya Untuk Formasi Yang Kosong
- penulis Muhammad Agusta Wijaya
- Jumat, 23 November 2018
- dibaca 780 kali
Jakarta, Komifo - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menegaskan, bahwa Peraturan Menteri PANRB No. 61/2018 tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi Pegawai Negeri Sipil Dalam Seleksi CPNS Tahun 2018 tidak mengubah atau membatalkan kebijakan sebelumnya yang tertuang dalam Peraturan Menteri PANRB No. 37/2018 tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Dasar Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja menjelaskan, Peraturan Menteri PANRB No. 61/2018 itu diharapkan menjadi solusi terhadap keterbatasan jumlah kelulusan peserta Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), serta terjadinya disparitas hasil kelulusan antar wilayah yang berpotensi tidak terpenuhinya formasi yang telah ditetapkan.
(Baca Juga : DWP Kobar Gelar Pelatihan E-Reporting bagi Anggota DWP OPD)
Dalam peraturan itu, menurut Setiawan, metoda yang diterapkan untuk pengisian formasi yang masih kosong dengan kombinasi antara sistem ranking untuk memilih tiga terbaik di setiap formasi yang kosong, serta adanya nilai minimum kumulatif sebesar 255 yang harus dipenuhinya agar peserta tetap berkualitas.
“Sistem perankingan dengan nilai kumulatif minimum ini hanya berlaku untuk mengisi formasi yang kosong. Oleh karena itu, peserta yang telah lolos passing grade awal dipastikan tidak dirugikan,” tegas Setiawan.
Seperti diberitakan sebelumnya, tingkat kelulusan SKD CPNS tahun 2018 ini kurang dari 10 persen. Selain itu, banyak formasi kosong lantaran pesertanya tidak ada yang memenuhi passing grade. Kalau kondisi itu dibiarkan, dikhawatirkan banyak formasi yang sudah ditetapkan tidak terisi.
Tanpa mengurangi kualitas CPNS yang direkrut, Deputi Bidang SDMA Kementerian PANRB itu mengemukakan, alokasi penetapan formasi CPNS tahun 2018 perlu dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan PNS sehingga tidak mengganggu pelayanan publik.
“Kebijakan itu tak lepas dari kenyataan bahwa banyak peserta SKD yang nilai kumulatifnya cukup tinggi, meskipun ada salah satu kelompok soal yang tidak memenuhi ambang batas kelulusan sesuai ketentuan Peraturan Menteri PANRB No. 37/2018,” terang Setiawan.
Apabila terdapat peserta yang nilai kumulatif SKD-nya sama, penentuan didasarkan secara berurutan mulai dari nilai Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes Intelegensia Umum (TIU), dan Tes Wawasan kebangsaan (TWK). “Tetapi kalau yang nilainya sama lebih dari tiga kali alokasi formasi, maka semua akan diikutsertakan mengikuti SKB,” ungkap Setiawan.
Untuk kelompok pelamar umum, nilai kumulatif SKD minimal yang diperkenankan mengikuti SKB adalah 255. Ketentuan ini termasuk di dalamnya untuk jabatan dokter spesialis, instruktur penerbang, petugas ukur, rescuer, ABK, pengamat gunung api, penjaga mercusuar, pelatih/pawang hewan, penjaga tahanan, serta formasi untuk lulusan terbaik (cumlaude). Sedangkan untuk formasi penyandang disabilitas, putra/putri Papua/Papua Barat, tenaga guru, tenaga medis/paramedis dari eks tenaga honorer K-II, nilai kumulatif SKD paling rendah 220.
Peraturan Menteri PANRB tersebut, lanjut Setiawan, juga mengatur tata cara pengisian formasi yang belum terpenuhi setelah dilakukan integrasi nilai SKD dan SKB. Seperti diatur dalam Peraturan Menteri PANRB No. 36/2018, SKD memiliki bobot 40 persen, sedangkan bobot SKB 60 persen.