Pastikan Indonesia Merdeka Sinyal 2020, Kominfo Libatkan Pemda
- penulis Muhammad Agusta Wijaya
- Selasa, 10 Juli 2018
- dibaca 558 kali
Jakarta, Kominfo - Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan aksesibilitas telekomunikasi merata di seluruh Indonesia pada tahun 2020. Dalam berbagai kesempatan, Menteri Kominfo Rudiantara menyebutkan pada tahun tersebut seluruh desa pemukiman sudah dapat menikmati layanan seluler atau internet setara dengan akses di Pulau Jawa.
Dalam konteks inilah, keberadaan BAKTI menjadi sangat strategis. BAKTI yang dahulunya bernama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BPPPTI) dibentuk untuk memastikan bahwa manfaat digitalisasi dapat dinikmati oleh seluruh penduduk di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui pembangunan jaringan telekomunikasi di wilayah-wilayah yang secara finansial tidak menarik untuk dikembangkan oleh swasta. Alasan pihak swasta antara lain, karena jumlah penduduk yang sedikit, lingkungan geografis yang sulit (3T dan Perbatasan), dan tingkat ekonomi masyarakat yang rendah.
(Baca Juga : Disdukcapil Kobar dan Lapas Kelas IIB Pangkalan Bun Teken Perjanjian Kerjasama Validasi NIK bagi Warga Binaan)
Direktur Utama BAKTI Anang Latif meminta dukungan dari semua pihak untuk menyukseskan target Indonesia Merdeka Sinyal 2020. “Komitmen pemerintah daerah sangat penting dalam program penyediaan BTS. Hal itu paralel dengan pemenuhan Peraturan Presiden nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 dan pengusulan lokasi BTS oleh pemda,” jelasnya dalam pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) dalam angka menyukseskan program "Menuju Indonesia Merdeka Sinyal 2020" di Jakarta, Senin (09/07/2018).
Dalam rapat yang dihadiri oleh perwakilan 26 Pemerintah Provinsi meliputi 128 Kabupaten dari 4.005 desa yang belum terjangkau sinyal selular di Indonesia itu, Direktur Utama Anang Latif mengutip hasil kajian Kementerian Kominfo mengenai Pembangunan Jaringan Konektivitas dan Akses Telekomunikasi.
"Hasil kajian itu menunjukkan bahwa jumlah desa yang belum terjangkau sinyal adalah sebanyak 7.480 desa. Nantinya, desa-desa tersebut akan dihubungkan secara bertahap melalui teknologi satelit, serat optik, dan microwave serta transisi dan migrasi antarteknologi tersebut dengan mempertimbangkan konektivitas jaringan yang tersedia," jelasnya.
Menurut Anang, kajian itu juga menunjukkan bahwa potensi ekonomi digital sangat besar, namun belum dapat dinikmati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Penetrasi internet menjadi salah satu pondasi terpenting untuk menyertakan penduduk di Wilayah 3T dalam mata rantai nilai perdagangan elektronik (e-commerce).
Keberpihakan Pemerintah
Melalui affirmative policy, Pemerintah hadir untuk membangun infrastruktur telekomunikasi dalam rangka menunjang ekonomi digital, antara lain dengan menggelar teknologi 4G di di wilayah perbatasan Indonesia. Langkah ini merupakan suatu leapfrog yang berangkat dari keyakinan bahwa perbatasan bukan hanya strategis sebagai garda kedaulatan politik, tetapi juga memiliki fungsi ekonomi.
Potensi ekonomi digital sangat besar, namun belum dapat dinikmati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terutama di daerah 3T. Penetrasi internet menjadi salah satu pondasi terpenting untuk menyertakan penduduk di Wilayah 3T dalam mata rantai nilai perdagangan elektronik (e-commerce). Langkah ini merupakan suatu leapfrog yang berangkat dari keyakinan bahwa perbatasan bukan hanya strategis sebagai garda kedaulatan politik, tetapi juga memiliki fungsi ekonomi.
“Seluruh anggaran penyediaan BTS ini berasal dari dana Kewajiban Pelaksanaan Universal (Universal Service Obligation/USO) yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersumber dari 1,25% dari pendapatan seluruh penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia,” jelas Dirut BAKTI.
Anggaran tersebut dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui BAKTI dengan fokus utama layanan adalah pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) serta wilayah-wilayah yang belum dijangkau oleh sinyal dan secara komersial tidak menarik untuk dikelola oleh pihak swasta.
“Dalam waktu dua tahun sejak 2015, lebih dari 3.000 desa di Indonesia telah merasakan langsung kinerja BAKTI. Peningkatan kinerja terus kami lakukan untuk memastikan bahwa negara hadir dalam melayani kebutuhan akses telekomunikasi masyarakat atas hak informasi,” katanya.
Dirut Anang menyebutkan program utama BAKTI mencakup penyediaan infrastruktur melalui Program Penyediaan Backbone Palapa Ring, Penyediaan Sinyal BTS, Penyediaan Satelit Multifungsi, dan Penyediaan Perangkat Penyiaran di Perbatasan. ‘Selain itu juha memastikan dan penguatan ekosistem melalui Program Penyediaan AKSI (akses internet), Pendampingan, dan Inklusi Keuangan,” jelasnya.
Mengenai capaian pembangunan BTS, Direktur Penyediaan Infrastruktur BAKTI, Dhia Anugrah Febriansyah, menyampaikan dari tahun 2015 sampai dengan 2018, BAKTI telah membangun 855 BTS yang tersebar di wilayah 3T. “Melalui rapat ini kami ingin memperoleh konfirmasi dari Pemerintah Daerah atas penyediaan lahan untuk pembangunan Base Transceiver Station di 4.005 desa tersebut,” jelasnya.
Mengenai model bisnis Penyediaan BTS USO, Direktur Dhia menjelaskan pelibatan pemerintah daerah lebih pada penyediaan lahan. “Pemda menyediakan lahan seluas 20 x 20 Meter Persegi dimana di lokasi tersebut akan diinstalasi BTS equipment, menara, transmisi dan catu daya (power) yang akan dibangun oleh BAKTI bekerjasama dengan penyedia/operator,” jelasnya.