Kendalikan Konten Hoaks di Medsos, Kominfo Akan Terapkan Denda ke Penyedia Platform

Warga menunjukkan stiker saat unjukrasa menolak hoaks di Alun-alun Tegal, Jawa Tengah, Rabu (10/10). Mereka menuntut kepada Polri untuk mengusut tuntas pelaku penyebar hoaks dan meminta kepada masyarakat agar tidak sembarangan menyebar berita hoaks di media sosial. (antarafoto)

Jakarta, Kominfo - Selama empat tahun Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terus meningkatkan upaya pengendalian konten informasi yang tidak benar atau dikenal hoaks serta ujaran kebencian di media sosial.

Tindakan tersebut juga akan diimbangi dengan penyesuaian di regulasi sehingga platform media sosial yang terbukti terlibat penyebaran konten hoaks dan ujaran kebencian dikenakan sanksi denda administratif.

(Baca Juga : Pemkab Kobar Gelar FGD Percepatan Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa TA 2021)

"Kita laksanakan tahun ini karena Pilpres tahun depan kan. Maka kita maju soal itu. Tapi sebetulnya secara umum dan keseluruhan, pengendalian konten negatif tidak hanya saat momentum Pilpres saja," ujar Menkominfo Rudiantara saat konferensi pers 4 tahun kinerja Kemenkominfo masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Kantor Kemenkominfo, di Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Menteri Rudiantara mengatakan, pengendalian konten negatif di media sosial penting sejak awal terus dilakukan sebab penyebarannya dapat kapan saja terjadi, termasuk di luar momemtum Pilpres.

"Kami melakukan penyisiran berita hoax yang bisa dilihat di situs kami, itu kita update setiap hari namanya stophoax.id. Kita identifikasi mana berita hoax dan mana yang akurat. Bukan karena konteks Pemilu saja walaupun memang menjadi momentum," ucap Menteri Rudiantara. 

Mengenai penerapan sanksi denda kepada platform media sosial yang terlibat penyebaran konten negatif, Menteri Rudiantara menjelaskan, telah berunding dan berdialog dengan beberapa platform penyedia.

"Sebenarnya bisa saja saat ini langsung ditindak melalui pembekuan dengan menggunakan peraturan lama karena ada tahapan peringatan 1, 2, 3 dan penutupan," ujar Menteri Rudiantara.

Soal sanksi denda kepada platform media sosial yang terlibat penyebaran konten negatif, Menteri Rudiantara menyebutkan, di negara-negara lainnya telah lebih awal dilaksanakan, misalnya saja di Jerman dan Malaysia.

Oleh sebab itu, kata Menteri Rudiantara, Indonesia juga harus mengambil posisi menyikapi isu konten negatif di media sosial dengan pendekatan kebijakan berbeda dari negara lain.

"Namun kita perlu ada proses, kalau UU ITE kita diatur terkait safe harbour policy, satu-satunya negara di Asia yang punya kebijakan itu adalah Indonesia. Nanti bisa kita turunkan bersamaan dengan peraturan Menteri," ungkap Menteri Rudiantara.

Menteri Rudiantara menuturkan, kebijakan Kemenkominfo tentu sebatas tindakan di dunia maya saja, seperti pemblokiran dan penutupan akses. Sedangkan proses penegakan hukum di dunia nyata tetap dilakukan oleh kepolisian.

Guna informasi, sampai saat ini regulasi mengenai pengendalian konten hoaks dan ujaran kebencian di media sosial masih dalam pembahasan. Nantinya, regulasi itu akan diterbitkan dalam bentuk peraturan Menkominfo.

Peraturan Menkominfo tentang pengendalian konten hoax dan ujaran kebencian di media sosial yang nantinya ingin diterbitkan berlandaskan ke Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik yang telah direvisi. **