(Buat dalam format berita, bukan feature) Ubah Limbah Kelapa Jadi Bernilai Ekonomi
*Pemanfaatan Limbah Untuk Peningkatan Ekonomi Rakyat
- penulis Kecamatan Pangkalan Lada
- Jumat, 02 Juli 2021
- dibaca 577 kali

MMC Kobar - Ibarat kata pepatah, dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Pedoman pepatah inilah yang mendorong Bapak Ismail (48), warga Desa Pangkalan Durin, Kecamatan Pangkalan Lada, mengeksplorasi serabut kelapa yang sering kali dibuang, menjadi sebuah berkah tersendiri untuk keluarganya.
Saat dikonfirmasi pihak Kecamatan Pangkalan Lada, Kamis (02/07/2021) di kediamannya, Ismail atau yang lebih akrab disapa Pak Mail oleh warga sekitar, mengembangkan serabut kepala menjadi kerajinan tangan yang menawan dan tentunya menjadikan penghasilan bagi dirinya dan masyarakat sekitar.
(Baca Juga : Petugas Damkar Kobar Evakuasi Sarang Tawon di Permukiman Warga)
"Saya mengolah serabut kelapa menjadi produk cocopeat," ungkapnya ramah.
Memanfaatkan potensi wilayah Kabupaten Kobar yang memiliki sumber daya alam berupa ketersediaan buah kelapa yang melimpah, Pak Ismail memulai berinovasi mengolah serabut kelapa menjadi produk berdaya guna di tahun 2017.
"Saya melihat banyak potensi alam yang belum dimaksimalkan. Padahal, di negara luar, media tanam dari serabut kelapa sudah menjadi primadona," ucapnya.
Dijelaskannya, coco bristle adalah sari terbaik kulit kelapa digunakan untuk pembuatan sapu lantai. Sedang cocopeat adalah sarana media tanam tumbuhan, sementara cocofiber adalah implementasi lain dari coco bristle yang digunakan untuk kerajinan pot tanaman.
"Kalau untuk coco bristle, saya bisa menjual lokal. Kalau untuk cocopeat, saya biasa jual ke Pangkalan Bun sekitarnya per karung ukuran 25 Kg, saya jual seharga Rp 35 ribu. Cocopeat, saya bisa pasok perbulannya bisa mencapai sekitar 300 an karung. Dan untuk cocofiber ini masih produk baru saya, hanya jual dengan online saja,” ungkapnya.
Usaha yang dijalaninya ini, awalnya tidak ada orang yang melirik, karena limbah atau sampah serabut kelapa hanya dijadikan bahan kayu bakar.
"Saat membakar serabut kelapa inilah, saya berpikir, bagaimana caranya untuk mengolahnya menjadi sebuah obyek penghasil uang dan membuka lapangan pekerjaan untuk warga di kampung saya, selain untuk sapu dan bahan meubel," kisah Ismail.
Dari pemikiran inilah, akhirnya dirinya memberanikan untuk melakukan uji coba membuat pot.
"Awalnya hanya buat 5 buah pot, trus dijual di Facebook oleh anak saya dan laku. Dari situlah saya putuskan untuk memproduksi terus sampai sekarang. Setelah pasar terbuka, masyarakat Pangkalan Durin saya ajari untuk membuaIsmailya," ungkap bapak dari tiga anak ini.
Dukungan Pemerintah Desa
Anak polah bopo kepradah (anak berulah, ayah menanggung akibaIsmailya-pepatah jawa), dirasakan oleh Kepala Desa Pangkalan Durin, Subowo (36). Dirinya merespon positif apa yang dikerjakan warganya.
"Saya sangat gembira sekali, pak Ismail bisa mengurangi angka pengangguran di Desa Pangkalan Durin dan sekitarnya dengan inovasinya membuat sapu, media tanam, dan bisa memanfaatkan limbahnya untuk pembuatan pot," ungkapnya saat dikonfirmasi secara terpisah.
Sebagai pamong, dirinya berharap, usaha yang dijalani oleh Bapak Ismail dapat semakin maju, selain usaha di bidang meubelernya dan juga usaha pengolahan kulit kelapa.
"Kami selaku Pemerintah Desa Pangkalan Durin, akan membantu dari BUMDes, kami akan menjadikan pot bapak Ismail menjadi salah satu ciri khas (icon-red) di Desa Pangkalan Durin," ujar Subowo
Ungkapan senada juga dilontarkan oleh warga setempat, Bambang (30) yang juga bekerja di rumah produksi Ismail.
"Setelah pak Ismail membuat inovasi pembuatan pot, saya dan keluarga ikut membuatnya di rumah Bapak Ismail dan Alhamdulillah, saya beserta keluarga bisa membikin pot perhari antara 15 sampai 20 buah. Harga pot per buahnya Rp 25 ribu, setidaknya untuk menambah kebutuhan rumah tangga, bisa membantu, dan saya tidak perlu lagi merantau ke luar daerah," pungkasnya. (sigit/kec-pangkalan lada)